Wednesday, May 20, 2009

Re: [ppiindia] Agenda Penghapusan Penjajahan


 
palashcbiswas,
 gostokanan, sodepur, kolkata-700110 phone:033-25659551



From: Satrio Arismunandar <satrioarismunandar@yahoo.com>
To: ppiindia@yahoogroups.com; aipi_politik@yahoogroups.com; ismes@yahoogroups.com; sastra pembebasan <sastra-pembebasan@yahoogroups.com>; Forum Kompas <forum-pembaca-kompas@yahoogroups.com>; HMI Kahmi Pro Network <kahmi_pro_network@yahoogroups.com>; technomedia <technomedia@yahoogroups.com>; pantau <pantau-komunitas@yahoogroups.com>; news Trans TV <news-transtv@yahoogroups.com>; kampus tiga <kampus-tiga@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, 20 May, 2009 18:49:03
Subject: [ppiindia] Agenda Penghapusan Penjajahan



Agenda Penghapusan Penjajahan

Oleh: Didin S Damanhuri
(Guru Besar IPB dan Tenaga Ahli Lemhanas)

Dalam acara deklarasi yang mewah dan memesona di Bandung, cawapres Prof Boediono memberikan sambutan yang mengejutkan yang disampaikan setelah pidato capres Susilo Bambang Yudhoyono. Dikatakan bahwa dalam pengelolaan ekonomi Indonesia tidak boleh diserahkan kepada Free Market dan akan selalu membutuhkan 'Intervensi Negara' serta lebih jauh ia melansir urgensi Indonesia menghapuskan penjajahan, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri.

Tak dirinci apa yang dimaksud penjajahan luar dan dalam negeri tersebut. Sangat menarik pernyataan tersebut karena seolah ia membantah begitu banyak pendapat tentang dirinya dikaitkan penolakan pencalonan cawapres baginya karena paham ekonomi yang dianutnya adalah neoliberalisme. Apakah ini merupakan pernyataan yang serius yang merupakan agenda pasangan SBY-Boediono? Kemudian bagaimana gambaran kompleksitas penjajahan (baca: Neoimperalisme) yang mengancam Indonesia, baik dari luar maupun dari dalam? Dan terakhir, bagaimana prospek kemungkinan keberhasilan pemerintahan siapa pun yang terpilih dalam menghapus neoimperalisme tersebut? Tulisan ini akan mencoba menguaknya.

Neoimperialisme yang berlangsung sekarang jelas berbeda dibandingkan dengan model penjajahan masa lalu. Yang pasti, tingkat keganasannya tak kalah, bahkan bisa jadi lebih efektif dari operasi neoimperialisme sekarang ini. Sifat tak langsung model sekarang adalah ciri neoimperialisme di mana sang Imperialis anggun dengan mengklaim sebagai kampiun demokrasi dan HAM. Mereka menggunakan berbagai instrumen untuk menjajah. Antara lain, dengan menguasai lembaga-lembaga internasional: PBB, World Bank, IMF, WTO, dan seterusnya ditambah dengan beroperasinya Perusahaan-Perusaha n Multinasional (MNC) yang mengelola sumber daya alam (migas, pertambangan, energi, dan pertanian), baik yang berada di Negara-negara Industri Maju (NIM) maupun di Negara-negara Sedang Berkembang (NSB) dengan menjadikan produk industri manufaktur. Juga, menciptakan monopoli penguasaan teknologi, informasi, finansial, regulasi, dan harga yang menjamin keuntungan NIM.

Kemudian, sifat neoimperialisme yang lebih khas dibandingkan dengan masa lalu adalah penciptaan hegemoni global dengan kekuatan multilateral secara militer (keunggulan persenjataan, terutama nuklir), diplomasi utang yang mengikat, investasi asing langsung (FDI), dan pasar finansial (bursa saham, valas, obligasi, surat-surat utang, dan skema-skema lainnya). Oleh kalangan teoretisi ekonomi struktural, semua kekuatan eksternal tersebut dibantu oleh para komprador dalam negeri yang bertugas melancarkan seluruh operasi kepentingan neoimperialisme tersebut, baik dalam bentuk kasar (serangan militer seperti di Irak dan Afganistan), tidak langsung (memenangkan pemilu di negara-negara kaya SDA dengan operasi intelijen), maupun halus (memengaruhi platform pembangunan yang pro-NIM, memasukkan kepentingan neoimperialis dalam peraturan perudang-undangan, dan menjagokan pemimpin NSB yang pro-neoimperialis setidaknya tidak anti-NIM).

Dampak neoimperialisme tersebut sangat dahsyat, yakni menciptakan ketergantungan permanen NSB terhadap NIM, makin miskinnya NSB sekaligus makin kayanya NIM, dan secara teoretis tercipta proses pembangunan yang semu karena terjadinya fakta adanya development of underdevelopment (pembangunan yang menciptakan keterbelakangan) . Konstatasi tersebut berlaku di hampir semua NSB, termasuk masih kuat di Indonesa, kecuali sangat sedkit yang sudah berhasil keluar dari fakta tersebut, antara lain, dipertontonkan Korea Selatan, Cina, dan Malaysia.

Penjajahan dari Dalam Negeri
Lantas bagaimana kompleksitas bentuk baru penjajahan oleh kalangan dalam negeri di Indonesia selain oleh kalangan 'komprador' seperti telah disebutkan di atas, yang umumnya lebih bersifat impersonal dan institusional. Pertama, melemahkan secara sistematis peran negara seperti dijamin Pasal 33 UUD 45, yakni dengan jargon 'minimum state' demi melayani globalisasi seraya menyerahkan segala urusan penguasaan SDA kepada pihak asing atas nama mengejar efisiensi, privatisasi tanpa control BUMN-BUMN, pencabutan subsidi secara tak selektif segala urusan ekonomi publik dan sosial, serta liberalisasi ekonomi dan keuangan yang tak memedulikan kepentingan ekonomi nasional, harkat, martabat, dan kesejahteraan rakyat.

Kedua, institusionalisasi paham neoliberalisme ekonomi, antara lain, dengan melanggengkan sistem devisa bebas, termasuk tak ada kewajiban para eksportir untuk menyimpan hasil devisanya di dalam negeri (kini ada sekitar 100 miliar dolar AS devisa para eksportir berada di bank-bank luar negeri), tak melakukan regulasi yang cukup sehingga pasar modal dibiarkan menjadi ajang spekulasi dan teramat minim untuk menggerakan sektor riil, dan pembebasan sistem kurs rupiah terhadap mata uang asing (khususnya USD) dengan menyerahkan kepada mekanisme pasar global dengan tak mempertimbangkan kepentingan ekonomi nasional.

Ketiga, menempatkan Oganisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan segala aturannya, lebih untuk melayani kepentingan NIM dibandingkan dengan urgensi untuk melayani kepentingan ekonomi nasional seraya secara kreatif bagaimana memanfaatkan secara maksimal relasi interdependensi global (termasuk aturan WTO dan hubungan ekonomi internasional lainnya). Sehingga, daya saing, produktivitas, dan efisiensi ekonomi nasional makin meningkat dalam rangka memecahkan problem kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan.

Keempat, membiarkan Indonesia masuk dalam 'perangkap utang' ( debt trap ). Kini, posisinya sudah mencapai lebih dari Rp 1600 triliun utang luar negeri pemerintah plus utang dalam negeri rekap BLBI (kini lebih dari 800 triliun karena bertambah dengan bunga) dan utang swasta sekitar 65,7 miliar dolar AS (sekitar Rp 722 triliun). Jadi, totalnya sekitar Rp 3.122 triliun atau sekitar 70 persen PDB, ini berbahaya untuk kelangsungan bangsa.Kelima, membiarkan penduduk Indonesia yang besar (sekitar 220 juta jiwa) sekadar jadi konsumen produk-produk luar negeri tanpa ada program serius untuk penguasaan teknologi, swasembada pangan, energi, dan industri dengan pertimbangan yang terpenting ketersediaan pasokan untuk seluruh rumah tangga dan harga impor pun cukup murah serta devisa yang cukup untuk membelinya.

Keenam, membiarkan program-program TV, media cetak, bahkan internet secara sangat bebas untuk ajang 'cuci otak' penduduk untuk produk-produk barang dan jasa impor tanpa berupaya untuk mengutamakan produk dalam negeri sekaligus membiarkan produk-produk dalam negeri harganya lebih mahal dan kualitasnya tak terjamin. Dengan menyimak gambaran kompleksitas neoimperalisme, baik dari luar maupun dalam negeri tersebut, tampaknya wacana Prof Boediono hampir merupakan ilusi untuk menghapus penjajahan seperti yang beliau tekadkan. Tapi, baiknya kita tunggu hasil pilpres.

(-)

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@yahoogroups.com
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@yahoogroups.com
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@yahoogroups.com
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

No comments: